Politik identitas: unifikasi yang memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa?

Politik identitas

Penulis: Yasmine Diani Santosa, mahasiswi semester 1 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

JurnalPost.com – Politik identitas merupakan suatu alat politik yang memuat kelompok yang lahir dari keberadaan kelompok sosial yang merasa terintimidasi dan didiskriminasi oleh pemerintah negara tersebut dalam menjalankan sistem pemerintahan. Politik identitas sosial adalah suatu kegiatan atau gerakan sosial politik yang dilakukan atas dasar identitas tertentu guna memperoleh pengakuan yang lebih luas guna memperoleh dukungan pemilih.

Politik identitas digunakan sebagai cara bagi anggota suatu masyarakat untuk mencapai tujuan memperoleh pengakuan masyarakat guna mengangkat derajat dan martabat kelompoknya, dalam artian politik identitas dapat dijadikan sebagai bentuk perlawanan atau bahkan alat. untuk menampilkan identitas grup.

Politik identitas mempengaruhi preferensi pemilih dengan mengaitkan identitasnya dengan partai politik atau kandidat tertentu. Pemilu merupakan sarana kedaulatan rakyat yang akan menjadi agenda politik yang memberikan ruang partisipasi masyarakat dalam pemerintahan, namun dalam fenomena politik identitas pemilu seringkali menjadi ruang perpecahan masyarakat, karena dikendalikan oleh partai politik dan partai. hakekat undang-undang pemilu yang dapat berujung pada politik identitas. Faktor-faktor seperti agama, ras, suku, gender atau bahkan orientasi seksual dapat menjadi dasar pemilih dalam menentukan pilihannya. Politik jenis ini dapat menjadi landasan terbentuknya koalisi dan aliansi politik antar kelompok yang mempunyai identitas yang sama atau serupa, kelompok-kelompok tersebut dapat berkumpul dan bekerja sama untuk mempengaruhi hasil pemilu.

Politik identitas sering digunakan untuk memobilisasi pemilih dengan mengaktifkan afiliasi dan loyalitas mereka terhadap identitas yang sama, partai politik dan kandidat akan menargetkan kelompok identitas tertentu untuk mendapatkan dukungan mereka dengan menyoroti isu-isu yang relevan dengan kelompok tersebut, yang dapat mempengaruhi prioritas kebijakan dan perdebatan publik seputar hal ini. masalah. Dengan memperkuat solidaritas dan identitas kelompok, pemilih merasa terhubung dan mewakili nilai, kepentingan, dan aspirasinya, dengan kata lain dapat menciptakan rasa kohesi dalam kelompok identitas tertentu dan mendorong partisipasi politiknya.

Politik identitas juga digunakan oleh para pemimpin sebagai retorika politik ketika mereka menyebut kita sebagai “masyarakat adat” yang menginginkan kekuasaan dan “imigran” yang harus menyerahkan kekuasaan. Jadi singkatnya politik identitas hanya dijadikan sebagai alat untuk memanipulasi atau memobilisasi politik untuk memenuhi kepentingan ekonomi dan politik.
Keberagaman yang ada di Indonesia yang tentunya membawa pengaruh baik, tidak menghalangi terjadinya perpecahan. Selain itu, di tahun politik saat ini, dikhawatirkan akan banyak bermunculan gerakan-gerakan politik yang menggunakan keterlibatan identitas individu yang tidak disadari oleh masyarakat Indonesia, sehingga masyarakat perlu mewaspadai keberadaannya. politik identitas, karena politik identitas sebenarnya merupakan perjuangan masyarakat untuk mengaktualisasikan keunikan dirinya melalui gotong royong, pengayaan justru menjadi peluang untuk saling menegaskan dominasi kelompoknya terhadap kelompok lain. Persaingan yang seharusnya merupakan adu gagasan dan konsep konstruktif, justru saling menjatuhkan dan seolah-olah membawa kehancuran pada pembangunan bangsa.

Jelang pemilu 2024, salah satu isu yang kerap mengemuka dalam perbincangan di ruang politik adalah politik identitas. Ada satu sisi yang berarti kita tidak bisa menghindari politik identitas, namun di sisi lain juga ada pernyataan bahwa kita sendiri harus mengakui bahwa politik identitas dapat membawa permasalahan bangsa. Beberapa pernyataan menyebutkan permasalahan yang terjadi akibat politik identitas. Politik identitas bersifat destruktif atau disruptif karena lebih menekankan perbedaan dibandingkan persamaan dalam kehidupan politik. Hal ini membatasi adanya pilihan rasional dalam pengambilan kebijakan atau bahkan mungkin membuat kebijakan tersebut tampak tidak rasional dan eksklusif. Politik identitas berpotensi menekan kelompok identitas lain atau menjadi pembenaran atas perilaku politik yang diskriminatif, sehingga menimbulkan polarisasi yang sangat melemahkan makna keberagaman dan pembangunan nasional karena adanya semangat intoleransi dan pertentangan terhadap yang lain.

Dalam menyikapi politik identitas yang destruktif, ada peneliti yang juga merekomendasikan pentingnya prinsip martabat mayoritas. Ada negara demokrasi dogmatis yang berpendapat bahwa setiap orang dalam kelompok mayoritas harus memiliki dan menentukan kekuasaan yang mereka miliki dan menjalankan kekuasaan tersebut. Jika dikaitkan dengan politik identitas yang memisahkan kelompok mayoritas dan minoritas menjadi dua, maka dapat dipahami bahwa derajat kekuasaan yang dilakukan oleh kelompok mayoritas bukanlah derajat yang membenarkan kesalahan kehendak mayoritas karena bersifat sementara. Oleh karena itu, kemauan mayoritas harus ditentukan melalui kesepakatan bersama dalam bentuk asas atau asas yang diterima bersama (Pancasila) untuk melambangkan demokrasi yang bermartabat. Perjanjian ini memuat tugas-tugas terpenting yang perlu dilakukan dalam memperkuat keamanan nasional, dalam mewujudkan perdamaian bagi seluruh rakyat.

Pendidikan politik diharapkan dapat mengurangi dampak praktik destruktif politik identitas yang terjadi dalam pemilu dan pilkada. Hal ini didukung melalui nilai-nilai kognitif dan afektif yang ditanamkan pada masyarakat, yang di dalamnya terdapat aspek-aspek yang mampu meredam dampak politik identitas yang destruktif. Nilai-nilai pendidikan politik yang dapat ditanamkan kepada masyarakat terkait politik destruktif identitas adalah toleransi dan pluralitas. Berkaitan dengan pendidikan politik, peneliti menyadari perlunya menekankan kesadaran politik di kalangan warga negara. Situasi yang dibangun dalam pendidikan politik adalah kesadaran kritis dimana warga negara Indonesia akan berdaya saing dan kuat. Pendidikan politik dibedakan menjadi dua bentuk pendidikan, yaitu pendidikan politik formal dan pendidikan politik informal.

Pendidikan politik formal melalui pelatihan dan pendidikan yang berkesinambungan telah dimulai untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya toleransi dan situasi pluralisme di Indonesia tidak dapat dihindari, namun harus menghadapi pendidikan politik yang benar, sedangkan pendidikan politik informal dengan transparansi mengenai fungsi dan tugas-tugas yang akan dilaksanakan, tidak berbohong secara politis, meminta penilaian apakah fungsi dan tugas tersebut telah dilaksanakan sedemikian rupa sehingga masyarakat memahami dan tidak terpengaruh oleh situasi yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa. dan negara.

Quoted From Many Source

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *