Cadev RI diperkirakan turun lagi, rupee melemah terhadap dolar AS

Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat sehingga memicu kekhawatiran pasar terhadap cadangan devisa (cadevs) yang diperkirakan akan kembali menurun.

Laporan dari RefinitifRupiah dibuka pada Rp15.550/US$ atau melemah 0,1%. Hal ini terus memutus tren penguatan yang terjadi selama tiga hari berturut-turut.

Sedangkan Indeks Dolar AS ( DXY ) menguat 0,11% menjadi 105,33 pada pukul 08.58 WIB. Angka tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan kemarin (11/6/2023) yang berada di 105,21.



Data yang dirilis kemarin (11/06/2023) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat dan berada di bawah 5% untuk pertama kalinya sejak kuartal III 2021.

BPS melaporkan pertumbuhan ekonomi tumbuh sebesar 4,94% pada periode tersebut, sedangkan secara triwulanan atau triwulanan tumbuh 1,60% dan secara kumulatif 5,05% atau ctc.

Meski melemah, sentimen positif pertumbuhan ekonomi terkait pergerakan rupiah terlihat dari tingkat investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang masih tumbuh kuat sebesar 5,77% dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 29,68. %, lebih tinggi dari rekor yang tercatat pada kenaikan sebesar 4,63% pada kuartal kedua.

Cadangan devisa (cadev) Indonesia akan segera diumumkan oleh Bank Indonesia (BI) pagi ini dan diperkirakan masih cukup tinggi.

Sebelumnya, data BI menunjukkan posisi cadangan devisa pada akhir September 2023 mencapai $134,9 miliar, turun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar $137,1 miliar.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada Jumat (11/11/2023) bahwa penurunan cadangan devisa terjadi karena adanya kebutuhan untuk menahan tekanan global.

“Sebelumnya naik menjadi $139 miliar cadev saat inflow besar dan ekspor kita begitu besar, jadi tentu kita manfaatkan saat ada tekanan global seperti itu, jadi wajar saja terjadi penurunan,” jelasnya.

Sementara itu, Trading Economics memperkirakan cadev Indonesia akan terdepresiasi hingga US$133 miliar, dan diperkirakan cadev tersebut akan digunakan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah yang melemah signifikan, terutama selama bulan Oktober.

Berikutnya adalah tekanan terhadap mata uang Garuda, terutama dari China yang akan mempublikasikan data neraca perdagangan dan ekspor-impor.

Neraca perdagangan Tiongkok bulan September tercatat sebesar $77,71 miliar dari $82,67 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, konsensus memperkirakan neraca perdagangan Tiongkok akan meningkat menjadi US$81,95 miliar sehingga semakin memperpanjang tren surplus.

Ekspor dari Tiongkok diperkirakan masih rendah meski mulai membaik yakni turun 3,1% dibandingkan periode sebelumnya yang turun 6,2% year-on-year. Begitu pula dengan impor yang masih cukup rendah, namun diperkirakan akan lebih baik yaitu penurunan year-on-year sebesar 5,4% dari penurunan year-on-year sebesar 6,2% pada periode sebelumnya.

Angka-angka tersebut penting dan perlu mendapat perhatian karena Tiongkok merupakan negara tujuan utama ekspor Indonesia. Jadi jika ekspor dan impor Tiongkok membaik, maka permintaan barang dari Indonesia juga akan meningkat, sehingga perekonomian Indonesia pun meningkat.

RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]

Artikel lain

Rupiah dipengaruhi oleh Fed, dolar mencapai Rp 15.500

(putaran/putaran)


Quoted From Many Source

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *